PANCASILA DAN AGAMA
PENDAHULUAN
A.   
Latar
Belakang
Pancasila
merupakan dasar negara, dan pemersatu bangsa Indonesia yang
majemuk.Pancasila  juga  jati 
diri  bangsa  Indonesia, 
sebagai  falsafah,  ideologi, 
dan alat  pemersatu  bangsa 
Indonesia  Mengapa  begitu 
besar  pengaruh  Pancasila terhadap bangsa dan negara
Indonesia?  Hal ini dikarena bangsa
Indonesia memilki keragaman  suku,  agama, 
bahasa  daerah,  pulau, 
adat  istiadat,  kebiasaan 
budaya, serta warna kulit jauh berbeda satu sama lain tetapi hal -hal
atau perbedaan di atas harus dipersatukan. 
Sejarah  Pancasila 
adalah  bagian  dari 
sejarah  inti  negara 
Indonesia. Sehingga tidak heran bagi sebagian rakyat Indonesia,
Pancasila dianggap sebagai sesuatu 
yang  sakral  yang 
harus  kita  hafalkan 
dan  mematuhi  apa 
yang  diatur  di dalamnya. 
Ada  pula  sebagian 
pihak  yang  sudah 
hampir  tidak  mempedulikan 
lagi semua  aturan-aturan  yang 
dimiliki  oleh  Pancasila. 
Namun,  di  lain 
pihak  muncul orang-orang yang
tidak sepihak atau menolak akan adanya Pancasila sebagai dasar negara
Indonesia. Mungkin  kita  masih 
ingat  dengan  kasus 
kudeta  Partai  Komunis 
Indonesia yang  menginginkan  mengganti 
ideologi  Pancasila  dengan 
ideologi  Komunis.  Juga kasus 
kudeta  DI/TII  yang 
ingin  memisahkan  diri 
dari  Indonesia  dan 
mendirikan sebuah  negara  Islam. 
Atau  kasus  yang 
masih  hangat  di 
telinga  kita  masalah pemberontakan  tentara 
GAM.  
Mengapa
banyak orang yang menetang pancasila dengan alasan agama. Masalah pokoknya
adalah kurangnya pemahaman mereka tentang ideologi pancasila dan juga  kesalahan merekadalam  menafsirkan   
pelajaran pelajaran atau ilmu agama yang mereka   dapatkan. 
atau mungkin juga mereka mudah di pengaruhi dan di hasut dengan alasan
agama atau kebebasan.dengandemikian sangat 
mudah bagi orang orang yang ingin menghancurkan negri ini memanfaatkan
mereka.
B.    
Perumusan
Masalah
Dari latar belakang di atas, maka rumusan masalahnya
adalah sebagai berikut:
1.    Apa
yang dimaksud dengan pancasila dan agama?
2.    Apa
hubungan pancasila dan agama?
3.    Apakah  Pancasila 
masih  bisa  menjadi 
ideologi  yang  dianut 
oleh  bangsa Indonesia yang
terdapat beragam kepercayaan (agama).?
4.    Apakah  dengan 
menjadikan  Pancasila  sebagai 
dasar  ideologi  negara Indonesia, dapat menuju negara yang
aman dan stabil.
PEMBAHASAN
PANCASILA DAN AGAMA
A.   
Pengertian
Pancasila dan Agama
Pancasila adalah ideologi dasar bagi negara Indonesia. Nama
ini terdiri dari dua kata dari Sanskerta: pañca berarti lima dan śīla
berarti prinsip atau asas. Pancasila merupakan rumusan dan pedoman kehidupan
berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia.Pancasila adalah pedoman
luhur yang wajib di ta’ati dan dijalankan oleh setiap warga negara Indonesia
untuk menuju kehidupan yang sejahtera tentram,adil,aman,sentosa.
Agama adalah ajaran
sistem yang mengatur tata keimanan kepada Tuhan Yang Maha kuasa serta tata
kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia an manusia serta  lingkungan. (Kamus Besar Bahasa Indonesia) 
B.    
Hubungan Pancasila dan Agama
Pancasila  yang 
di  dalamnya  terkandung 
dasar filsafat  hubungan  negara 
dan  agama  merupakan 
karya besar bangsa  Indonesia  melalui The 
Founding  Fathers Negara Republik
Indonesia. Konsep pemikiran para pendiri negara 
yang  tertuang  dalam 
Pancasila  merupakan  karya khas yang secara  antropologis 
merupakan local  geniusbangsa  Indonesia 
(Ayathrohaedi  dalam  Kaelan, 
2012). Begitu  pentingnya  memantapkan 
kedudukan  Pancasila, maka  Pancasila 
pun  mengisyaratkan  bahwa 
kesadaran akan adanya Tuhan milik semua orang dan berbagai agama.
Tuhan  menurut  terminologi 
Pancasila  adalah  Tuhan 
Yang Maha Esa, yang tak terbagi, yang maknanya sejalan dengan agama  Islam, 
Kristen,  Budha,  Hindu 
dan  bahkan  juga Animisme (Chaidar, 1998: 36).
Menurut  Notonegoro (dalam  Kaelan, 2012: 
47),  asal mula  Pancasila 
secara  langsung  salah 
satunya  asal  mula bahan (Kausa Materialis) yang menyatakan
bahwa “bangsa Indonesia  adalah  sebagai 
asal  dari  nilai-nilai 
Pacasila, yang digali dari bangsa Indonesia yang berupa nilai-nilai
adat-istiadat  kebudayaan  serta 
nilai-nilai  religius  yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari
bangsa Indonesia”.Sejak  zaman  purbakala 
hingga  pintu  gerbang (kemerdekaan)  negara 
Indonesia,  masyarakat Nusantara
telah melewati ribuan tahun pengaruh agama-agama lokal, (sekitar)  14 
abad  pengaruh  Hinduisme 
dan  Budhisme,  (sekitar) 
7  abad  pengaruh 
Islam,  dan  (sekitar) 
4  abad pengaruh  Kristen 
(Latif, 2011:  57).  Dalam 
buku  Sutasoma karangan Empu
Tantular dijumpai kalimat yang kemudian dikenal Bhinneka Tunggal Ika.
Sebenarnya kalimat tersebut secara lengkap 
berbunyi Bhinneka Tunggal Ika Tan
Hanna Dharma  Mangrua,  artinya 
walaupun  berbeda,  satu 
jua adanya,  sebab  tidak 
ada  agama  yang 
mempunyai  tujuan yang berbeda
(Hartono, 1992: 5).
Kuatnya faham keagamaan
dalam formasi kebangsaan Indonesia membuat arus besar pendiri bangsa tidak
dapat membayangkan  ruang  publik 
hampa  Tuhan.  Sejak 
dekade 1920-an,  ketika  Indonesia 
mulai  dibayangkan  sebagai komunitas  politik 
bersama,  mengatasi  komunitas 
kultural dari ragam etnis dan agama, ide kebangsaan tidak terlepas
dari  Ketuhanan  (Latif, 
2011:  67).  Secara 
lengkap pentingnya  dasar  Ketuhanan 
ketika  dirumuskan  oleh founding 
fathers negara  kita  dapat 
dibaca  pada  pidato 
Ir. Soekarno  pada  1  Juni  1945, 
ketika  berbicara  mengenai dasar negara (philosophische
grondslag) yang menyatakan, “Prinsip Ketuhanan! Bukan saja bangsa Indonesia
ber-Tuhan,  tetapi  masing-masing 
orang Indonesia  hendaknya  ber-Tuhan. 
Tuhannya sendiri.  Yang  Kristen 
menyembah  Tuhan menurut  petunjuk 
Isa  Al  Masih, 
yang  Islam menurut  petunjuk 
Nabi  Muhammad  s.a.w, 
orang Budha  menjalankan  ibadatnya 
menurut  kitabkitab  yang 
ada  padanya.  Tetapi 
marilah  kita semuanya  ber-Tuhan. 
Hendaknya  negara Indonesia  ialah 
negara  yang  tiap-tiap 
orangnya dapat  menyembah  Tuhannya 
dengan  leluasa. Segenap  rakyat 
hendaknya  ber-Tuhan.  
Secara kebudayaan yakni
dengan tiada “egoisme agama”. Dan 
hendaknya  Negara  Indonesia 
satu  negara yang ber-Tuhan”
(Zoelva, 2012).Pernyataan ini mengandung dua arti pokok. Pertama pengakuan  akan 
eksistensi  agama-agama  di 
Indonesia yang,  menurut  Ir. 
Soekarno,  “mendapat  tempat 
yang sebaik-baiknya”.  Kedua,  posisi 
negara  terhadap  agama, 
Ir. Soekarno  menegaskan  bahwa 
“negara  kita  akan 
berTuhan”. Bahkan dalam bagian akhir pidatonya, Ir. Soekarno
mengatakan,  “Hatiku  akan 
berpesta  raya,  jikalau 
saudarasaudara  menyetujui  bahwa 
Indonesia  berasaskan Ketuhanan
Yang Maha Esa”.
 Hal ini relevan dengan ayat (1) dan (2) Pasal
29 UUD 1945 (Ali, 2009: 118).Jelaslah 
bahwa  ada  hubungan 
antara  sila  Ketuhanan Yang  Maha 
Esa  dalam  Pancasila 
dengan  ajaran  tauhid dalam 
teologi  Islam.  Jelaslah 
pula  bahwa  sila 
pertama Pancasila yang merupakan prima causa atau sebab pertama itu
(meskipun istilah prima causa tidak selalu tepat, sebab Tuhan  terus-menerus 
mengurus  makhluknya),  sejalan dengan beberapa ajaran tauhid Islam,
dalam hal ini ajaran tentang tauhidus-shifat dan tauhidul-af’al, dalam
pengertian bahwa  Tuhan  itu 
Esa  dalam  sifat-Nya 
dan  perbuatan-Nya. Ajaran  ini 
juga  diterima  oleh 
agama-agama  lain  di Indonesia (Thalib dan Awwas, 1999: 63).
Prinsip  ke-Tuhanan  Ir. 
Soekarno  itu  didapat 
dari -atau 
sekurang-kurangnya  diilhami  oleh 
uraian-uraian  dari para  pemimpin 
Islam  yang  berbicara 
mendahului  Ir. Soekarno  dalam 
Badan  Penyelidik  itu, 
dikuatkan  dengan keterangan  Mohamad 
Roem.  Pemimpin  Masyumi 
yang terkenal  ini  menerangkan 
bahwa  dalam  Badan 
Penyelidik itu  Ir.  Soekarno 
merupakan  pembicara  terakhir; 
dan membaca pidatonya orang mendapat kesan bahwa pikiranpikiran  para 
anggota  yang  berbicara 
sebelumnya  telah tercakup  di 
dalam  pidatonya  itu, 
dan  dengan  sendirinya perhatian  tertuju 
kepada  (pidato)  yang 
terpenting. Komentar  Roem,  “Pidato 
penutup  yang  bersifat menghimpun  pidato-pidato 
yang  telah  diucapkansebelumnya” (Thalib dan Awwas, 1999:
63).Prinsip  Ketuhanan  Yang 
Maha  Esa  mengandung makna  bahwa 
manusia  Indonesia  harus 
mengabdi  kepada satu  Tuhan, yaitu Tuhan Yang Maha Esa dan  mengalahkan ilah-ilah  atau 
Tuhan-Tuhan  lain  yang 
bisa mempersekutukannya. 
Dalam  bahasa  formal 
yang  telah disepakati  bersama 
sebagai  perjanjian  bangsa 
sama maknanya dengan kalimat “Tiada Tuhan selain Tuhan Yang Maha  Esa”. 
Di  mana  pengertian 
arti  kata  Tuhan 
adalah sesuatu  yang  kita 
taati  perintahnya  dan 
kehendaknya.Prinsip  dasar  pengabdian  adalah 
tidak  boleh  punya 
dua tuan, hanya satu tuannya, yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Jadi
itulah  yang  menjadi 
misi  utama  tugas 
para  pengemban risalah  untuk 
mengajak  manusia  mengabdi 
kepada  satu Tuan,  yaitu 
Tuhan  Yang  Maha 
Esa  .
Pada  saat 
kemerdekaan,  sekularisme  dan 
pemisahan agama  dari  negara 
didefinisikan  melalui  Pancasila. 
Ini penting untuk dicatat karena 
Pancasila tidak  memasukkan
kata  sekularisme  yang 
secara  jelas  menyerukan 
untuk memisahkan  agama  dan 
politik  atau  menegaskan 
bahwa negara  harus  tidak 
memiliki  agama.  Akan 
tetapi,  hal-hal tersebut terlihat
dari fakta bahwa Pancasila tidak mengakui satu 
agama  pun  sebagai 
agama  yang  diistimewakan kedudukannya  oleh 
negara  dan  dari 
komitmennya terhadap 
masyarakat  yang  plural 
dan  egaliter.  Namun, dengan 
hanya  mengakui  lima 
agama  (sekarang  menjadi 
6 agama:  Islam,  Kristen 
Katolik,  Kristen  Protestan, 
Hindu, Budha  dan  Konghucu) 
secara  resmi,  negara 
Indonesia membatasi  pilihan  identitas 
keagamaan  yang  bisa 
dimiliki oleh  warga  negara. 
Pandangan  yang  dominan 
terhadap  Pancasila  sebagai 
dasar  negara  Indonesia 
secara  jelas menyebutkan  tempat 
bagi  orang  yang 
menganut  agama tersebut, tetapi
tidak bagi mereka yang tidak menganutnya. Pemahaman  ini 
juga  memasukkan  kalangan 
sekuler  yang menganut  agama 
tersebut,  tapi  tidak 
memasukkan kalangan  sekuler  yang 
tidak  menganutnya.  Seperti 
yang telah  ditelaah  Madjid, 
meskipun  Pancasila  berfungsi sebagai  kerangka 
yang  mengatur  masyarakat 
di  tingkat nasional  maupun 
lokal,  sebagai  individu 
orang  Indonesia bisa dan bahkan
didorong untuk memiliki pandangan hidup personal yang berdasarkan agama
(An-Na’im, 2007: 439). 
Dalam  hubungan 
antara  agama  Islam 
dan  Pancasila, keduanya  dapat 
berjalan  saling  menunjang 
dan  saling mengokohkan.  Keduanya 
tidak  bertentangan  dan 
tidak boleh  dipertentangkan.  Juga 
tidak  harus  dipilih 
salah  satu dengan sekaligus
membuang dan menanggalkan yang lain. Selanjutnya  Kiai 
Achamd Siddiq  menyatakan  bahwa 
salah satu  hambatan  utama 
bagi  proporsionalisasi  ini 
berwujud hambatan 
psikologis,  yaitu  kecurigaan 
dan  kekhawatiran yang  datang 
dari  dua  arah 
(Zada  dan  Sjadzili 
(ed),  2010: 79). hubungan  negara 
dengan agama  menurut  NKRI 
yang  berdasarkan  Pancasila 
adalah sebagai berikut (Kaelan, 2012: 215-216):
a.       Negara
adalah berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
b.      Bangsa  Indonesia 
adalah  sebagai  bangsa 
yang berKetuhanan  yang  Maha 
Esa.  Konsekuensinya  setiap warga 
memiliki  hak  asasi 
untuk  memeluk  dan menjalankan  ibadah 
sesuai  dengan  agama 
masingmasing.
c.       Tidak
ada tempat bagi atheisme dan sekularisme karena hakikatnya  manusia 
berkedudukan  kodrat  sebagai makhluk Tuhan.
d.      Tidak  ada 
tempat  bagi  pertentangan 
agama,  golongan agama,  antar 
dan  inter  pemeluk 
agama  serta  antar pemeluk agama.
e.       Tidak  ada 
tempat  bagi  pemaksaan 
agama  karena ketakwaan itu bukan
hasil peksaan bagi siapapun juga.
f.       Memberikan  toleransi 
terhadap  orang  lain 
dalam menjalankan agama dalam negara.
g.      Segala  aspek 
dalam  melaksanakan  dan menyelenggatakan  negara 
harus  sesuai  dengan 
nilainilai Ketuhanan yang Maha Esa terutama norma-norma Hukum positif
maupun norma moral baik moral agama maupun moral para penyelenggara negara.
h.       Negara 
pda  hakikatnya  adalah 
merupakan  “…berkat rahmat Allah
yang Maha Esa”. 
Berdasarkan
kesimpulan Kongres Pancasila (Wahyudi (ed.), 2009: 58), dijelaskan bahwa bangsa
Indonesia adalah bangsa  yang  religius. 
Religiusitas  bangsa  Indonesia 
ini, secara  filosofis  merupakan 
nilai  fundamental  yang meneguhkan  eksistensi 
negara  Indonesia  sebagai 
negara yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa. Ketuhanan Yang Maha Esa  merupakan 
dasar  kerohanian  bangsa 
dan  menjadi penopang  utama 
bagi  persatuan  dan 
kesatuan  bangsa dalam  rangka 
menjamin  keutuhan  NKRI. 
Karena  itu,  agar terjalin hubungan selaras dan harmonis
antara agama dan negara, maka negara sesuai dengan Dasar Negara Pancasila
wajib  memberikan  perlindungan 
kepada agama-agama  di Indonesia.
C.   
Makna Ketuhanan Yang Maha Esa
“Negara berdasar atas Ketuhanan Yang
Maha Esa” [Pasal 29 ayat (1) UUD 1945] serta penempatan “Ketuhanan Yang Maha
Esa” sebagai sila pertama dalam Pancasila mempunyai beberapa makna, yaitu:
Pertama, Pancasila lahir dalam suasana
kebatinan untuk melawan kolonialisme dan imperialisme, sehingga diperlukan
persatuan dan persaudaraan di antara komponen bangsa. Sila pertama dalam
Pancasila ”Ketuhanan Yang Maha Esa” menjadi faktor penting untuk mempererat
persatuan dan persaudaraan, karena sejarah bangsa Indonesia penuh dengan
penghormatan terhadap nilai-nilai ”Ketuhanan Yang Maha Esa.”
Kerelaan tokoh-tokoh Islam untuk
menghapus kalimat “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya” setelah “Ketuhanan Yang Maha Esa” pada saat pengesahan UUD,
18 Agustus 1945, tidak lepas dari cita-cita bahwa Pancasila harus mampu menjaga
dan memelihara persatuan dan persaudaraan antarsemua komponen bangsa. Ini
berarti,  tokoh-tokoh Islam yang menjadi founding fathers bangsa
Indonesia telah menjadikan persatuan dan persaudaraan di antara komponen bangsa
sebagai tujuan utama yang harus berada di atas kepentingan primordial lainnya.
Kedua, Seminar Pancasila ke-1 Tahun
1959 di Yogyakarta berkesimpulan bahwa sila ”Ketuhanan Yang Maha Esa” adalah
sebab yang pertama atau causa prima dan sila ”Kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan” adalah kekuasaan
rakyat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara untuk melaksanakan amanat negara
dari rakyat, negara bagi rakyat, dan negara oleh rakyat.
Ini berarti, ”Ketuhanan Yang Maha Esa” harus menjadi landasan dalam
melaksanakan pengelolaan negara dari rakyat, negara bagi rakyat, dan negara
oleh rakyat.
Ketiga, Seminar Pancasila ke-1 Tahun
1959 di Yogyakarta juga berkesimpulan bahwa sila ”Ketuhanan Yang Maha Esa”
harus dibaca sebagai satu kesatuan dengan sila-sila lain dalam Pancasila secara
utuh. Hal ini dipertegas dalam kesimpulan nomor 8 dari seminar tadi bahwa:
Pancasila adalah (1) Ketuhanan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan
beradab, yang berpersatuan Indonesia (berkebangsaan) yang berkerakyatan dan
yang berkeadilan sosial; (2) Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang
ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, yang berpersatuan Indonesia (berkebangsaan), yang
berkerakyatan dan yang berkeadilan sosial; (3) Persatuan Indonesia (kebangsaan)
yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan beradab,
berkerakyatan dan berkeadilan sosial; (4) Kerakyatan, yang ber-Ketuhanan Yang
Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan
Indonesia (berkebangsaan) dan berkeadilan sosial; (5) Keadilan sosial, yang
ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang
bepersatuan Indonesia (berkebangsaan) dan berkerakyatan. Ini berarti bahwa
sila-sila lain dalam Pancasila harus bermuatan Ketuhanan  Yang Maha Esa
dan sebaliknya Ketuhanan Yang Maha Esa harus mampu mengejewantah dalam soal
kebangsaan (persatuan), keadilan, kemanusiaan, dan kerakyatan.
Keempat, “Negara berdasar atas
Ketuhanan Yang Maha Esa” juga harus dimaknai bahwa negara melarang ajaran atau
paham yang secara terang-terangan menolak Ketuhanan Yang Maha Esa, seperti
komunisme dan atheisme. Karena itu, Ketetapan MPRS No. XXV Tahun 1966 tentang
Larangan Setiap Kegiatan untuk Menyebarkan atau Mengembangkan Faham atau Ajaran
Komunis/Marxisme Leninisme masih tetap relevan dan kontekstual. Pasal 29 ayat 2
UUD bahwa  “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk
agamanya masing-masing …” bermakna bahwa negara hanya menjamin kemerdekaan
untuk beragama. Sebaliknya, negara tidak menjamin kebebasan untuk tidak
beragama (atheis). Kata “tidak menjamin” ini sudah sangat dekat dengan
pengertian “tidak membolehkan”, terutama jika atheisme itu hanya tidak dianut
secara personal, melainkan juga didakwahkan kepada orang lain
D.   
Kontrovensi
Pancasila dan Agama
Sebagai sebuah negara yang mayoritas penduduknya
memeluk agama islam, maka  Pancasila  sendiri 
sebagai  dasar  negara 
Indonesia  tidak  bisa 
lepas  dari pengaruh agama yang
tertuang dalam sila pertama yang berbunyi sila “Ketuhanan yang Maha Esa”. yang
pada awalnya berbunyi “… dengan kewajiban menjalankan syariat islam bagi
pemeluknya” yang sejak saat itu dikenal sebagai Piagam Jakarta. Namun  ada 
dua  ormas  Islam 
terbesar  saat  itu 
yang  menentang  bunyi 
sila pertama  tersebut,  karena 
dua  ormas  Islam 
tersebut  menyadari  bahwa 
jika  syariat Islam  diterapkan 
maka  secara  tidak 
langsung  akan  menjadikan.
Indonesia 
sebagai negara  Islam  yang 
utuh maka  hal  tersebut 
dapat  memojokkan  umat 
beragama lainnya.  Yang lebih  buruk lagi 
adalah  akan memecah  belah 
bangsa ini  khususnya bagi  provingsi-provingsi  yang sebagian 
besar  penduduknya  nonmuslim. 
Karena itulah sampai detik ini bunyi sila pertama adalah “ketuhanan yang
maha esa” yang berarti  bahwa  Pancasila 
mengakui  dan  menyakralkan 
keberadaan  Agama,  tidak hanya 
Islam  namun  termasuk 
juga  Kristen,  Katolik, 
Budha, khonhucu  dan  Hindu sebagai agama resmi negara pada saat
itu.
E.    
Makna
Sila Pancasila dalam Agama
keterkaitan
hubungan antara rukun Islam sebagai landasan agama Isalam dan Pancasila sebagai
landasan negara Indonesia. Adapun hubungan itu yaitu pertama dari segi jumlah,
rukun Islam berjumlah lima begitupun pancasila. Kedua, dari segi makna yaitu:
1.      Ketuhanan Yang Maha Esa, sila ini
kerat aitannya denagn rukun Islam yang pertama yaitu syahadat. Secara umum,
sila ini menerangkan tentang ketuhanan begitu pun syahadat yang mempunyai makna
pengakuan terhadap tuhan yaitu Allah SWT. Selain itu, kata Esa sendiri berarti
tunggal, yang sebagaimana yang kita ketahui bahwa Isalm sebagai agama mayoritas
penduduk negeri ini mempunyai tuhan tunggal Allah SWT.  
- Kemanusiaan yang adil dan beradab sila kedua pancasila, berkaitan dengan rukun Islam kedua yaitu Shalat. Shalat dalam Islam selain sebagai ibadah wajib juga dilakukan untuk mendidik manusia menjadi manusia yang beradab. Sholat adalah sebuah media untuk mencegah perbuatan yang tidak terpuji, sebagai mana yang di firmankan oleh Allah bahwa Shalat itu mencegah perbuatan keji dan mungkar.
- Persatuan Indonesia yang artinya seluruh elemen rakyat yang ada di Indonesia yang terdiri dari berbagai macam suku dan adat bersatu dan membentuk kesatuan dalam wadah bangsa Indonesia. Kaitannya dengan itu, persatuan terbentuk ketika jurang pemisah sudah tidak ada lagi di masyarakat. salah satu jurang pemisah yang paling nyata yaitu jurang antara yang miskin dan yang kaya. Untuk menyatukan jurang pemisah tersebut maka di agama Islam diwajibkan membayar zakat bagi orang-orang kaya yang akan disalurkan untuk kepentingan kaum miskin dan duafa. Zakat yang notabennya adalah rukun Islam ketiga sangat erat kaitannya dengan poin pancasila ketiga tersebut. Dengan zakat akan terbentuk rasa kasih sayang pada umat yang akan menghasilkan persatuan yang di cita-citakan.
- Kerakyatan yang di pimpin oleh hikmat, kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan sangat erat kaitannya dengan rukun islam keempat yaitu puasa. Dengan pusas akan terbentuk sifat bijaksana dan kepemimpinan. Ciri orang bijaksana, yaitu ia mampu merasakan dan mempumnyuai rasa kasih sayang sesame, semua itu adalah hikmah dari puasa. Selain itu, dalam menentukan waktu puasa, perlu dilakukan suatu musyawarah yang dikenal dengan siding istbat.
- Keadialan sosial bagi seluruh rakyat Indionesia. Pada rukun Islam, terdapat yang namanya haji. Haji adalah proses sosial yang terbesar di dunia ini, dimana setiap orang datang dari berbagai negara dengan berbagai bahasa dan kebiasaan bergabung menjadi satu dalam satu tempat dan waktu dalam kedudukan yang sama. Di dalalam haji, tidak memandang itu siapa dan siapa, semuanya sama, pakaiannya sama dan peraturan dan hukumnya sama. Semua itu adalah cerminan dari keadilan tuhan.
F.    
Implikasi
Agama dalam Kehidupan Berdasarkan Pancasila 
Pancasila  dan 
agama  dapat  diaplikasikan 
seiring sejalan  dan  saling 
mendukung.  Agama  dapat 
mendorong aplikasi 
nilai-nilai  Pancasila,  begitu 
pula  Pancasila memberikan  ruang 
gerak  yang  seluas-luasnya  terhadap usaha-usaha  peningkatan 
pemahaman,  penghayatan  dan pengamalan  agama 
(Eksan,  2000).  Abdurrahman 
Wahid (Gusdur) pun menjelaskan bahwa sudah tidak  relevan lagi untuk  melihat 
apakah  nilai-nilai  dasar 
itu  ditarik  oleh Pancasila  dari 
agama-agama  dan kepercayaan  terhadap Tuhan  Yang  Maha  Esa, 
karena  ajaran  agama-agama 
juga tetap  menjadi  referensi 
umum  bagi  Pancasila, 
dan  agamaagama  harus 
memperhitungkan  eksistensi  Pancasila sebagai  “polisi 
lalu  lintas”  yang 
akan  menjamin  semua pihak 
dapat  menggunakan  jalan 
raya  kehidupan  bangsa tanpa terkecuali (Oesman dan Alfian,
1990: 167-168).
Moral  Pancasila 
bersifat  rasional,  objektif 
dan universal dalam arti berlaku bagi seluruh bangsa Indonesia.
Moral  Pancasila  juga 
dapat  disebut  otonom 
karena  nilainilainya  tidak 
mendapat  pengaruh  dari 
luar  hakikat manusia  Indonesia, 
dan  dapat  dipertanggungjawabkan secara  filosofis. 
Tidak  dapat  pula 
diletakkan  adanya bantuan  dari 
nilai-nilai  agama,  adat, 
dan  budaya,  karena secara de  facto 
nilai-nilai  Pancasila  berasal 
dari agama agama  serta  budaya 
manusia  Indonesia. Hanya  saja 
nilainilai  yang  hidup 
tersebut  tidak  menentukan 
dasar-dasar Pancasila, 
tetapi  memberikan  bantuan 
dan  memperkuat (Anshoriy, 2008: 177).Sejalan  dengan 
pendapat  tersebut,  Presiden 
Susilo Bambang  Yudhoyono  (SBY) 
menyatakan  dalam  Sambutan pada 
Peringatan  Hari  Kesaktian 
Pancasila  pada  1 
Oktober 2005. 
“Bangsa  kita 
adalah  bangsa  yang 
relijius;  juga, bangsa  yang 
menjunjung  tinggi,  menghormati dan  mengamalkan 
ajaran  agama  masing-masing. Karena  itu, 
setiap  umat  beragama 
hendaknya memahami  falsafah  Pancasila 
itu  sejalan  dengan nilai-nilai  ajaran 
agamanya  masing-masing.
Dengan  demikian,  kita 
akan  menempatkan falsafah  negara 
di  posisinya  yang 
wajar.  Saya berkeyakinan  dengan 
sedalam-dalamnya  bahwa lima  sila 
di  dalam  Pancasila 
itu  selaras  dengan ajaran agama-agama yang hidup dan
berkembang di  tanah  air. 
Dengan  demikian,  kita 
dapat menghindari  adanya  perasaan 
kesenjangan antara meyakini dan mengamalkan ajaran-ajaran agama,  serta 
untuk  menerima  Pancasila 
sebagai falsafah  negara  (Yudhoyono 
dalam  Wildan  (ed.), 2010: 172). 
Dengan  penerimaan 
Pancasila  oleh  hampir 
seluruh kekuatan  bangsa,  sebenarnya 
tidak  ada  alasan 
lagi  untuk mempertentangkan  nilai-nilai 
Pancasila  dengan  agama mana pun di Indonesia. Penerimaan sadar
ini memerlukan waktu lama tidak kurang dari 40 tahun dalam perhitungan
Maarif,  sebuah  pergulatan 
sengit  yang  telah  menguras energi  kita 
sebagai  bangsa.  Sebagai 
buah  dari  pergumulan panjang  itu, 
sekarang  secara  teoretik 
dari  kelima  nilai Pancasila  tidak 
satu  pun  lagi 
yang  dianggap  berlawanan dengan agama. Sila pertama berupa
“Ketuhanan Yang Maha Esa”  dikunci
oleh  sila  kelima.
Diharapkan  sebagai 
bangsa  indonesia  yang 
rakyatnya  memiliki  berbagai macam  suku 
,  budaya  dan 
agama,  harus  saling 
menghormati,  manghargai  dan menyayangi antara satu suku dan suku
lainnya dan antara satu agama dan agama lainnya. Agar timbul kedamaian dan
kerukunan di negara ini. Jangan 
Hanya  karena  merasa 
berasal  dari  agama 
mayoritas,  kita merendahkan  umat 
yang  berbeda  agama 
ataupun  membuat  aturan 
yang  secara langsung dan tidak
langsung memaksakan  aturan agama yang
dianut atau standar agama tertentu kepada pemeluk agama lainya dengan dalih
moralitas. Hendaknya  kita  tidak 
menggunakan  standar  sebuah 
agama  tertentu  untuk dijadikan  tolak 
ukur  nilai  moralitas 
bangsa  Indonesia 
Untuk semakin  memperkuatrasa bangga terhadap Pancasila dan
memahami tentang  kerukunan  beragama 
maka  perlu  adanya 
peningkatan  pengamalan  butirbutir Pancasila khususnya sila ke-1.
Untuk  menjadi  sebuah 
negara  Pancasila  yang 
nyaman  bagi  rakyatnya, diperlukan  adanya 
jaminan  keamanan  dan 
kesejahteraan  setiap  masyarakat 
yang ada  di  dalamnya. 
Khususnya  jaminan  keamanan 
dalam  melaksanakan  kegiatan beribadah.
PENUTUP
A.   
Kesimpulan
Berdasarkan latar belakang, pembahasan di atas, maka
dapat disimpulkan sebagai berikut: Sebagai 
negara  yang  terdiri 
dari  berbagai  macam 
agama,  suku,  ras 
dan bahasa  Pancasila  adalah 
ideologi  yang  sangat 
baik  untuk  diterapkan 
di  negara Indonesia.  Sehingga 
jika  ideologi  Pancasila 
diganti  oleh  ideologi 
yang  berlatar belakang agama, akan
terjadi ketidaknyamanan bagi rakyat yang memeluk agama di luar agama yang
dijadikan ideologi negara tersebut.Dengan 
tetap  menjunjung  tinggi 
ideologi  Pancasila  sebagai 
dasar  negara, maka  perwujudan 
untuk  menuju  negara 
yang  aman  dan 
sejahtera  pasti  akan tercapai.
B.    
Saran
Untuk 
mengembangkan  nilai-nilai  Pancasila 
dan  memadukannya  dengan agama, 
harus  memiliki  rasa 
nasionalisme  yang  tinggi. 
Selain  itu,  kita 
juga  harus mempunyai kemauan yang
keras guna mewujudkan negara Indonesia yang aman, makmur dan nyaman bagi setiap
orang yang berada di dalamnya  serta
selalu rukun antar umat beragam dengan cara saling menghormati dan menghargai.
DAFTAR PUSTAKA
Nopirin. 
1980.  Beberapa  Hal  Mengenai 
Falsafah  Pancasila,  Cet. 
9.  Jakarta: Pancoran Tujuh.
Notonagoro.  1980.  Beberapa 
Hal  Mengenai  Falsafah 
Pancasila  dengan  Kelangsungan Agama, Cet. 8. Jakarta:
Pantjoran Tujuh.
Salam, H. Burhanuddin, 1998. Filsafat Pancasilaisme. Jakarta: Rineka
Cipta Koentjaraningrat. 1980. Manusia dan
Agama. Jakarta: PT. Gramedia.
 
 
Terima kasih kk, postingan ini sangat membantu :D
ReplyDeleteTerima kasih kk, postingannya sangat membantu saya untuk membuat makalah pancasila mengenai apakah kita meng-agama-kan pancasila. izin di sedot yah buat di jadikan materi makalah saya.
ReplyDeleteblognya lucu,dan membantu sekali. :)
ReplyDeleteikut nyomot kk buat bahan tugas
ReplyDeleteterimakasih admin, terbantu sekali buat referensi tugas
ReplyDeleteIzin share kak, buat tugas.
ReplyDeleteIzin share kak, buat tugas.
ReplyDeleteterimakasih kakak atas ilmunya, semoga kakak berkenan mengizinkan kepada saya untuk menjadikan bahan referensi makalah
ReplyDeleteijin kk buat bahan tugas
ReplyDeleteijin copas untuk bahan pp saya ya min
ReplyDeletemakasih
Makasih banyak untuk Artikel/Makalah-nya. Insyaallah ini bermanfaat.
ReplyDeleteKak saya izin mau ngutip buat tugas ya kak
ReplyDelete